Legenda Malakalu: Jejak Syaikh Abdul Wahid di Solor


Ilustrasi Perang

Pada suatu waktu, Syaikh Abdul Wahid, seorang ulama yang membawa Islam di Buton, melakukan perjalanan dari timur, bukan dari barat seperti yang diduga. Catatan-catatan dari Solor, Lamahala, dan Adonara di Timor menegaskan bahwa Syaikh Abdul Wahid adalah imam dan penasihat agama bagi Baabullah, sultan Ternate yang terkenal.


Kisah ini terus diwariskan dan menjadi ingatan kolektif masyarakat di kepulauan selatan Maluku, dari Solor hingga Alor di Timor. Di desa tua Sagu, Adonara, terdapat makam Wa Ode Solo, istri ulama Buton yang terkenal di Solor. Wa Ode Solo adalah ibu dari tiga Nyai yang menikahi tiga Lalaki Kamboru-Mboru Talu Palena di Buton.


Pertautan antara trah La Maindo dan Syaikh Abdul Wahid di Buton sangat kuat. Kekuasaan mereka dilanjutkan melalui Kamboru Mboru Talupalena. Syaikh Abdul Wahid kembali ke Buton dengan misi politis setelah mengalami insiden "Batu Poaro" di pantai Wameo, yang merupakan kisruh politik yang menggunakan intrik asmara sebagai alat.


Kisah "Batu Poaro" ini melibatkan perseteruan antara La Kilaponto dan Syaikh Abdul Wahid, dengan Borokomalanga sebagai pemicunya. La Kilaponto merebut Borokomalanga, puteri Mulae, dari tangan Lakina Kokalukuna dalam sebuah perang yang direka La Bolontio. Persekutuan La Kilaponto dengan Wabula juga berakhir dengan kehancuran, dan trah La Kilaponto pun terguling.


Di Timor, terdapat mitos Malakalu yang menggambarkan perjalanan Syaikh Abdul Wahid. Ketika ia berada di Burangasi, ia melakukan praktik Islam yang menyita perhatian orang-orang setempat. La Buntouno, seorang penduduk setempat, mendengar suara azan dan menceritakannya kepada orang lain dalam bahasa setempat.


Syaikh Abdul Wahid kemudian mendirikan masjid pertama di tanah Buton di Wawoangi setelah melihat cahaya turun dari langit. Setelah itu, ia kembali ke Solor, sebuah negeri yang menjadi bandar utama di perlintasan ke Ternate dan Banda di Utara Maluku. Di Solor, Syaikh Abdul Wahid tinggal bersama Kapitan Lingga dan Boli Malakalu, dua ksatria setia yang mengawalnya.


Boli Malakalu, panglima perang Lamahala, berasal dari Buton. Ia menikahi perempuan Buton yang merupakan adik dari Kapitan Lingga. Satu-satunya artefak peninggalan mereka, sebuah genderang perang dan tambur yang dililiti kain khas Buton, disimpan sebagai pusaka di rumah kepala suku Atamua Lamahala.


Dalam ekspedisi "Tujuh Naga" di Timor Timur, perahu Boli Malakalu dikawal oleh armada Ratuloli. Mereka berhasil menaklukkan tujuh putri dari ketujuh naga tersebut, yang kemudian menjadi istri para bangsawan di Solor.


Namun, Boli Malakalu menghilang secara misterius setelah itu. Rumahnya di Lamahala masih berdiri kokoh dengan ukiran naga yang menganga, menjulurkan lidahnya pada tepian bumbungannya. Naga tersebut melambangkan asal usulnya dari Kesultanan Buton, dan Boli Malakalu, panglima Lamahala yang terkenal di Solor, juga merupakan "Naga" dari negerinya sendiri.


Dengan pertautan kisah-kisah ini, kisah Malakalu "Naga Buton" di Timor dan jejak Syaikh Abdul Wahid di Solor semakin menarik dan memperlihatkan hubungan yang erat antara kedua daerah tersebut.




Post a Comment

أحدث أقدم